SEJARAH JATHILAN/KUDA LUMPING
23.06
By
Unknown
0
komentar
Jathilan/Kuda Lumping adalah sebuah kesenian yang menyatukan antara unsur gerakan tari dengan magis. Jenis kesenian ini dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Kesenian yang juga sering disebut dengan nama jaran kepang ini dapat dijumpai di daerah-daerah Jawa.
Mengenai
asal-usul atau awal mula dari kesenian jathilan/kuda lumping ini, tidak ada catatan
sejarah yang dapat menjelaskan dengan rinci, hanya cerita-cerita verbal
yang berkembang dari satu generasi kegenerasi lain. Dalam hal ini, ada
beberapa versi tentang asal-usul atau awal mula adanya kesenian jatilan
ini, diantaranya adalah sebagai berikut. Konon, jathilan/kuda lumping ini yang
menggunakan properti berupa kuda tiruan yang terbuat dari bambu ini
merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan
berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Selain
itu, ada versi lain yang menyebutkan, bahwa jathilan/kuda lumping menggambarkan kisah
perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan
penjajah Belanda. Adapun versi lain menyebutkan bahwa tarian ini
mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan
Hamengku Buwono I, raja Mataram untuk mengadapi pasukan Belanda.
Pagelaran
kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para penari yang
gerakannya sangat pelan tetapi kemudian gerakanya perlahan-lahan menjadi
sangat dinamis mengikuti suara gamelan yang dimainkan. Gamelan untuk
mengiringi jatilan ini cukup sederhana, hanya terdiri dari drum,
kendang, kenong, gong, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi
melengking. Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya
berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan
selalu ingat pada Sang Pencipta, namun ada juga yang menyanyikan
lagu-lagu lain. Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus
sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, mereka
melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti rancaknya suara
gamelan yang dimainkan. Di samping para penari dan para pemain gamelan,
dalam pagelaran jatilan pasti ada pawang roh yaitu orang yang bisa
“mengendalikan”roh-roh halus yang merasuki para penari. Pawang dalam
setiap pertunjukan jathilan/kuda lumping ini adalah orang yang paling penting karena
berperan sebagai pengendali sekaligus pengatur lancarnya pertunjukan dan
menjamin keselamatan para pemainnya. Tugas lain dari pawang adalah
menyadarkan atau mengeluarkan roh halus yang merasuki penari jika dirasa
sudah cukup lama atau roh yang merasukinya telah menjadi sulit untuk
dikendalikan.
Selain
melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti suara gamelan
pengiring, para penari jathilan/kuda lumping itu juga melakukan atraksi-atraksi berbahaya yang
tidak dapat dinalar oleh akal sehat. Di antaranya adalah mereka dapat
dengan mudah memakan benda-benda tajam seperti silet, pecahan kaca,
menyayat lengan dengan golok bahkan lampu tanpa terluka atau merasakan
sakit. Atraksi ini dipercaya merefleksikan kekuatan supranatural yang
pada jaman dahulu berkembang di lingkungan kerajaan Jawa, dan merupakan
aspek nonmiliter yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda. Selain
mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional jatilan ini
seringkali juga mengandung unsur ritual karena sebelum pagelaran
dimulai, biasanya seorang pawang atau dukun melakukan suatu ritual yang
intinya memohon ijin pada yang menguasai tempat tersebut yang biasanya
ditempat terbuka supaya tidak menggangu jalannya pagelaran dan demi
keselamatan para penarinya.
Aksesoris
yang dipakai para penari jathilan/kuda lumping antara lain gelang kaki, gelang tangan, dan
topeng buto yang berwujud hewan-hewan seperti harimau, domba, dan singa.
Gerakan yang sangat cepat dan lincah dari para penari membuat gelang
kaki yang mereka pakai menimbulkan irama yang rancak. Setelah
pertunjukan tarian buto selesai kemudian dilanjutkan tarian jathilan/kuda lumping. Jumlah penari jathilan/kuda lumping ada enam hingga sepuluh orang. Aksesoris yang
digunakan antara lain gelang tangan, gelang kaki, ikat lengan, kalung (kace), mahkota (kupluk Panji),
dan keris. Makna dari busana dan aksesoris yang digunakan adalah meniru
tokoh Panji Asmarabangun, yaitu putra dari kerajaan Jenggala Manik.
Dalam pertunjukan jatilan ini juga ada tiga pawang yang bertugas untuk
mengatur, menjaga dan menjamin lancarnya pertunjukan, pawang-pawang ini
juga bertugas untuk menyadarkan para penari yang kerasukan. Dalam
pertunjukan jathilan/kuda lumping juga disediakan beberapa jenis sesaji antara lain
pisang raja satu tangkep, jajanan pasar yang berupa makanan-makanan
tradisional, tumpeng robyong yaitu tumpeng robyong yang dihias dengan
kubis, dawet, beraneka macam kembang, dupa Cina dan menyan, ingkung
klubuk (ayam hidup) yang digunakan sebagai sarana pemanggilan makhluk
halus dan lain-lain.
sumber : elfirapurnawati.blogspot.com
Tag :
0 komentar: